Rabu, 28 Januari 2015

Tanggal merah

“Januari nyaris habis
namun musim tetap bisu,
tak membawa kabar apapun tentangmu
mungkin pada takdir yang lain, 
kita sepasang tanggal merah 
di bulan yang tak terbaca kalender...”

Samarinda,28 Januari 2015

Writed by : el_aziz


Senin, 01 Desember 2014

Minul penyanyi dangdut


ia sadar, hidup lebih sering mengantarkan murung
ke wajah anak-anaknya
maka
ia selalu pergi ke lain kampung
untuk naik panggung.

 
kali ini, bajunya lebih ketat dari pelukan suaminya
sebab
orang-orang di kampung sebelah
lebih suka penyanyi dangdut yang seksi,
seperti yang mereka lihat di televisi.


jalan kampung memang buruk baginya
tak ada senyum,
tak ada kesan baik dalam sapa
terangkum

dua puluh meter dari panggung,
ia gemetar.


panggung, baginya, adalah meja perjudian,
di mana ia selalu membawa pulang dua hal:
kekalahan dan kemenangan.


“mari kita sambuuuuut…. minul! penyanyi yang sudah tidak asing lagi!”
ia sudah tidak asing bagi orang lain,
setelah memilih menjadi asing
bagi dirinya.


musik dimulai,
ia naik ke panggung

suaranya serak-serak basah airmata,
rambutnya kibar bendera negara yang sia-sia merdeka,
kakinya gerak waktu yang tak menentu,
belahan dadanya celengan uang sepuluh ribu,
dan pinggulnya yang menggemaskan
tak letih menggoyang iman tuhan.


inspired by :
mbak waginah~

Samarinda 2014

Kota,kau,aku dan kenangan

Kutapaki lagi jejak kakimu yang sudah menghilang
sampai kulihat dulu kita menangis dipersimpangan.

dan harumu yang dikekalkan angin,meniupkan dingin
didadaku yang belum padam.

aku tidak tahu bagaimana cara melupakanmu,
selain dengan cara terus menerus mengingatmu.

aku pun menantang sepi yang mengubah wajahnya,
yang kini menjadi wajah mesra kota samarinda.

dan aku adalah orang terasing dari diriuku sendiri di kota ini
sebab aku yang kukenali telah dihapus lambai tanganmu.

hari itu,hari yang terlahir diluar takdir
kau,aku dan cinta memilih tegak berjalan sendiri sendiri~



Samarinda,2014

By : @AzizPart2


Hujan bulan desember




Ada satu hari pada bulan desember yang terbuat dari lambaian tanganmu dan senyum pura-puraku. 


Satu hari yang sangat lama dalam hidup, satu jam yang berjalan, seakan mundur, detik per detik.
itulah detak-detak ingatan yang perlahan pulih, karena mendengar gerimis tipis yang mulai jatuh.

ingatan yang selalu pulih saat memasuki awal bulan desember.
gelisah terhadap waktu yang tak bergerak, terjebak oleh hujan.

sakit mulai kambuh, lalu menggerayangi tubuh.
cinta yang abu, meminta jadi batu, menangis bersama hujan bulan desember.
ialah hujan pada bulan itu, yang menyamarkan tiap tetes air mata, yang jatuh karena bahagia.
barangkali, itu adalah cinta, yang tak terjadi, pada bulan-bulan sebelumnya.

hujan bulan desember, jatuh bersama hangat air mata
terlalu dingin, hingga membeku di mata
bersama kata-kata yang yang belum juga menemukan teduhya.

hujan bulan desember, turun sebagai ingatan yang sangat sejuk
membeku di dalam pikiran, bersama luka yang sembuh dengan sendirinya.

inilah hujan yang paling indah, ketika  aku sadar, kehilangan adalah sesuatu yang berharga
untuk hidup, untuk cinta, untuk puisi dan untuk kenangan pada bulan desember.

Samarinda, 2014

By : @AzizPart2

Minggu, 30 November 2014

Aku jatuh cinta pada waria dekat lampu merah rumahmu


Purwokerto.
Empat tahun waktu itu,

aku bertemu dengannya di lampu merah yang biasa aku lewati, setelah aku dan kau menempuh pertengkaran-pertengkaran ringan dan ketidaksepahaman yang selalu berupaya saling memahami. 
waria itu dipeluk erat oleh pakaiannya yang berwarna merah muda menyala; nyala yang melawan pekat kehidupan malam; nyala yang membuat segala gelap yang hendak menyergap pulang dengan tangan hampa.
aku membuka kaca helmku, membiarkan ia menghampiriku, berlenggak-lenggok, menggoda, mengerdip manja, bernyanyi dengan nada sumbang tembang-tembang patah hati.
aku jatuh cinta pada tabah tubuhnya yang menerima tamparan-tamparan cambuk kehidupan,
aku jatuh cinta pada kerdip matanya yang menyalakan redup hidup bintang-bintang,
aku jatuh cinta pada kakinya yang melawan serangan kelumpuhan,
aku jatuh cinta pada suaranya yang merdu melagukan harapan yang berkali-kali dipatahkan kenyataan.
pikiranku lebih memilih jatuh cinta padanya malam itu, kekasihku, dibanding jatuh cinta pada pertengkaran-pertengkaran dan ketidaksepahaman kita yang selalu berupaya saling memahami.
Samarinda,2014
By : @AzizPart2

Kamis, 27 November 2014

Sebut saja mbak kopi



Wajah sejarah pernah di susun di kedai kopi, dan jatuh cinta yang paling puitis, barangkali, terjadi di kedai kopi. Yang kedua, setidaknya, berlaku dalam hidup gue.
Sepotong bibir perempuan dengan ketebalan teliti itu berulangkali menempel pada cangkir kopi, dan hari itu percakapan terlalu menarik untuk tidak diingat sampai bertahun-tahun setelahnya.Sebut saja nama perempuan berbibir bagus itu Mbak Kopi –sebab Mawar selalu berhasil mengingatkan kita pada peristiwa buruk.
Mbak Kopi pernah membuat gue mencintainya dan kopi. Dalam beberapa bulan, kami menghabiskan kemesraan dengan berpuluh cangkir kopi –kami tidak menghabiskannya sehari, sebab tidak dalam upaya menyusun revolusi. Dengan kopi, kami bisa merayakan setiap pertemuan dengan mata dan pikiran terjaga.
Tapi, sekarang, Mbak Kopi pergi berpetualang dari satu cangkir ke cangkir kopi, dari satu bibir ke bibir lelaki. Dan gue tetap mengingatnya lewat, ehem, bercangkir-cangkir kopi.
Menikmati kopi, adalah cara terbaik mengingat Mbak Kopi. Terkadang, gue bisa merasakan lengket bibirnya di bibir cangkir (lebay, sih). Tapi yang jelas, setelah dia pergi, gue lebih memilih kopi hitam pahit, karena gue berharap, yang manis tetap milik senyumnya (ecie).
Perempuan itu sudah lama pergi. Perempuan yang kita sepakati di awal sebagai Mbak Kopi –bukan Mawar, sebab kehilangan orang yang kita cintai bukanlah peristiwa yang buruk untuk diingat.

Samarinda,27 September 2012

Yuk, mari ngopi!
Akun twitter: @AzizPart2